Dalam organisasi, kepemimpinan memang penting, tetapi bukan segala-galanya. Sejarah menunjukkan banyak organisasi besar runtuh bukan karena ketiadaan ide atau gagasan, melainkan karena mereka terlalu menggantungkan gerak organisasi pada satu figur. Inilah bahaya laten pengkultusan figur, organisasi terjebak dalam bayang-bayang individu, bukan pada kekuatan kolektif.
Figur memang kerap menjadi magnet. Ia bisa menggerakkan massa, menyatukan semangat, bahkan menjadi wajah sebuah gerakan. Namun, ketika semua energi dipusatkan pada satu orang, organisasi ibarat rumah yang hanya berdiri di atas satu tiang, sekali tiang itu rapuh, bangunan pun ambruk. Ketergantungan pada figur hanya akan melahirkan kerentanan, bukan ketangguhan.
Sebaliknya, kepemimpinan yang dibangun di atas kerja kolektif justru menawarkan daya tahan. Model ini memang tidak selalu cepat butuh proses, karena setiap keputusan harus melalui musyawarah. Tetapi justru di situlah kekuatannya, organisasi tidak digerakkan oleh ego satu orang, melainkan oleh kesadaran bersama. Kerja kolektif menciptakan pondasi yang lebih kokoh, karena tanggung jawab dipikul dan dirasakan oleh semua pihak.
Dalam konteks gerakan literasi di Indonesia, pilihan ini menjadi sangat relevan. Forum TBM, misalnya, adalah contoh organisasi yang hidup dari gotong royong ribuan penggerak di berbagai daerah. Ia tumbuh bukan karena satu nama besar, melainkan karena jejaring dan kontribusi kolektif. Jika Forum TBM hanya bertumpu pada satu nama, maka seluruh energi literasi nasional akan tersandera oleh dinamika personal semata.
Pada Munas V Forum TBM, pilihan arah kepemimpinan akan sangat menentukan. Apakah kita kembali menaruh harapan pada figur tertentu, mengulang pola lama yang rawan membuat organisasi rapuh? Ataukah kita berani meneguhkan kerja kolektif, di mana kekuatan organisasi tidak lagi bertumpu pada satu orang, melainkan kesadaran kolektif untuk bersama memajukan organisasi.
Kepemimpinan bukanlah panggung pengkultusan, melainkan ruang pembagian peran. Forum TBM seharusnya berdiri di atas kekuatan kolektif, bukan di atas nama besar yang diagung-agungkan. Kehadiran figur penting, sepanjang ia menjadi bagian dari kebersamaan, bukan menempatkan diri sebagai poros tunggal yang membatasi arah pergerakan.
Jika kita ingin gerakan literasi berumur panjang, maka jalan yang harus ditempuh jelas hentikan pengkultusan figur, dan tegakkan kepemimpinan kolektif. Karena hanya dengan cara itu, organisasi akan benar-benar hidup bukan dari seorang tokoh, melainkan dari denyut nadi kebersamaan.
Oleh : Hasan Achari Hrp (Ketua Forum TBM Sumbar)